Amerika Serikat dan Thailand Sudah Beri Amnesti bagi Seluruh Terpidana Kasus Ganja : Indonesia juga bisa!

Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan amnesti hampir 7.000 orang yang dihukum karena kepemilikan ganja untuk kepentingan pribadi atas dasar hukum pemerintah federal AS. Keputusan ini berlaku bagi mereka yang dihukum atas kepemilikan ganja untuk penggunaan pribadi tanpa maksud untuk mendistribusikan. Biden juga mendesak agar semua otoritas negara bagian juga untuk mengambil tindakan serupa sehubungan dengan kepemilikan ganja. Selain pengampunan atau amnesti tersebut, dalam pernyataannya Biden juga menginstruksikan Jaksa Agung dan Kementerian Kesehatan untuk meninjau ganja masuk ke dalam zat yang kurang berbahaya, memindahkannya dari narkotika golongan I. Pengumuman pada Kamis, 06 Oktober 2022 ini menjadi langkah yang besar menuju dekriminalisasi ganja untuk kepentingan pribadi seluruhnya.

Langkah besar ini harus menjadi bahan refleksi kebijakan narkotika global, termasuk di Indonesia, karena negara yang memperkenalkan war on drugs atau perang terhadap narkotika adalah Amerika Serikat (ketika masa Presiden AS Richard Nixon 1971), merespon dominasi Amerika Serikat dalam pembentukan konvensi tunggal tentang narkotika, 1961 yang seolah mengamini pendekatan penghukuman bagi pengguna narkotika. Amerika Serikat negara yang melahirnya perang terhadap narkotika saja sudah beranjak menghapuskan pendekatan penghukumannya, maka Indonesia sebagai “pengikut” tidak seharusnya mempertahankannya. Sebelumnya Thailand juga melakukan hal serupa, dimana lebih dari 3.000 orang yang menjalani hukuman penjara karena pelanggaran terkait ganja dibebaskan awal Juni 2022.

Wacana tentang memberikan amnesti bagi pengguna narkotika sebenarnya pernah disuarakan oleh pemerintahan Indonesia. Pada 27 November 2019 pengeluaran WBP pengguna narkotika telah disuarakan oleh Menteri Hukum dan HAM. Karena kondisi overcrowding yang sudah sangat membebani, Menteri Hukum dan HAM meminta agar pengguna narkotika bisa diberikan amnesti massal. Hal ini bisa saja dikonkretkan saat ini, karena kondisi lapas tidak banyak berubah, masih terdapat lebih dari seratus ribu pengguna narkotika di dalam lapas. Menteri Hukum dan HAM bisa melakukan asesmen merekomendasikan amnesti tersebut.

Kedepannya, sejalan dengan usulan amnesti tersebut, dekriminalisasi atau menghilangkan respon pidana bagi pengguna narkotika harus dilakukan dalam usulan revisi UU Narkotika. Namun perlu JRKN tekankan bahwa dekriminalisasi tidak sama dengan menghadirkan rehabilitasi berbasis hukuman. Pun, pasar karet UU Narkotika yang sering menjadi pasal transaksional bagi pengguna narkotika harus dihapuskan. Sayangnya, berdasarkan draft RUU Narkotika yang telah dikirimkan pemerintah dan DPR pada awal 2022, pendekatan alternatif yang diperkenalkan adalah rehabilitasi berbasis hukuman, juga belum ada perbaikan terhadap ketentuan pidana yang bermasalah di UU Narkotika artinya pengguna narkotika masih dimungkinkan untuk dipidana.

Untuk itu JRKN menyerukan Pemerintah juga melakukan amnesti masal pengguna narkotika di Indonesia dan perkenalkan dekriminalisasi yang tepat dalam proses revisi UU Narkotika

Jakarta, 8 Oktober 2022

Hormat Kami

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)

Share this Post:

Tentang Kami

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang berisi 17 organisasi yang bergerak dalam reformasi kebijakan narkotika di Indonesia. Sebelumnya dikenal dengan nama Koalisi 352009 karena aktif melakukan advokasi perbaikan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Terdiri dari: ICJR, Rumah Cemara, Dicerna, IJRS, LBH Masyarakat, PKNI, PBHI, CDS, LGN, YSN, LeIP, WHRIN, Aksi Keadilan, PEKA, LBH Makassar, PPH Unika Atma Jaya, Yakeba

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)