Kebijakan Narkotika: Jalan Pedang atau Jalan Kesehatan?

Dalam sejarahnya, Indonesia menerapkan kebijakan yang secara diametral berbeda.

Kebijakan pengendalian narkotika pernah diterapkan pada masa Hindia Belanda. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda memberlakukan pengendalian ketat untuk narkotika yang dapat dikonsumsi masyarakat. Paska Indonesia menyatakan kemerdekaan, pemerintah Indonesia bersikap mendua. Untuk membiayai delegasi Indonesia ke luar negeri, membiayai delegasi Indonesia di Jakarta, dan memberi gaji pegawai RI, pemerintah “merestui” perdagangan candu. Bahkan candu dikelola langsung dibawah kantor Wakil Presiden dibantu Kementrian Keuangan dan Kementrian Pertahanan. Namun di saat yang sama pemerintah melarang masyarakat sipil memiliki candu tanpa izin dan melebihi besarnya candu yg dimiliki yaitu 1 tube.

Paska Revolusi Kemerdekaan usai, kebijakan narkotika mulai bergeser. Dari pengendalian menuju kebijakan perang terhadap narkotika. Kebijakan ini resmi diadopsi dengan disahkannya UU No 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.

Akibat dari kebijakan perang terhadap narkotika yang langsung dirasakan krisis kepadatan di hampir seluruh rutan dan lapas di Indonesia. Para pengguna narkotika juga sering terjerat pasal penguasaan, pembelian dan kepemilikan yang harusnya hanya untuk peredaran gelap.

Sekelompok masyarakat Indonesia mulai mengkampanyekan agar Indonesia melirik jalan kesehatan sebagai salah satu solusi penting untuk menjamin adanya perlindungan dan pendekatan kesehatan bagi penggunaan narkotika. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan dekriminalisasi penggunaan dan penguasaan narkotika untuk kepentingan penggunaan pribadi.

Dekriminalisasi ini akan menempatkan narkotika kembali ke dalam diskursus persoalan kesehatan dan dipercaya membawa sejumlah manfaat, seperti misalnya terkendalinya tingkat penggunaan narkotika sehingga dapat mengakses layanan kesehatan serta model ini meringankan beban sistem peradilan. Namun demikian, mana kiranya jalan yang paling tepat untuk Indonesia dalam menangani Narkotika?

Yuk simak diskusi menarik ini dengan Narasumber dr. Tirta M. Hudhi dan Erasmus A.T. Napitupulu (Direktur Eksekutif ICJR)

Share this Post:

Tentang Kami

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang berisi 17 organisasi yang bergerak dalam reformasi kebijakan narkotika di Indonesia. Sebelumnya dikenal dengan nama Koalisi 352009 karena aktif melakukan advokasi perbaikan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Terdiri dari: ICJR, Rumah Cemara, Dicerna, IJRS, LBH Masyarakat, PKNI, PBHI, CDS, LGN, YSN, LeIP, WHRIN, Aksi Keadilan, PEKA, LBH Makassar, PPH Unika Atma Jaya, Yakeba

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)