Join Statement JRKN – Hari Narkotika Internasional 2024: Hentikan Hukum Narkotika yang Punitif, Pendekatan Berbasis HAM Saatnya Menjadi Alternatif

Kebijakan narkotika di Indonesia yang masih menggunakan pendekatan punitif berdampak negatif terhadap pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya kepada para pengguna narkotika. Akibat pendekatan ini, pengguna narkotika mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, baik dalam proses hukum maupun ketika berada di dalam penjara.

Tak hanya itu, pendekatan yang dinilai gagal ini juga membuat penjara kita kian sesak. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di tahun 2023 menunjukkan, angka narapidana kasus narkotika dari rentang tahun 2018 hingga 2021 mengalami kenaikan yang signifikan. Tercatat mencapai angka 112.193 dan yang berstatus sebagai tahanan sebanyak 23.985 jiwa.

Bukti kegagalan ini makin diperkuat lewat ketidakefektifan program pemerintah, yaitu Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dalam merespon persoalan narkotika di Indonesia. Tercatat, P4GN tahun anggaran 2023 yang diinisiasi oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menghabiskan biaya sebesar Rp367 miliar. Nominal itu meningkat dibanding tahun anggaran 2022, yaitu sebesar Rp322,7 miliar.

Penggelontoran anggaran yang begitu besar, nyatanya tak dapat menjamin keberhasilan pemerintah dalam mengatasi persoalan narkotika, terlebih pendekatan yang diterapkan sudah keliru sejak awal. Kampanye perang terhadap narkotika yang berlangsung selama puluhan tahun telah terbukti gagal, tidak memberikan manfaat, apalagi mencerdaskan masyarakat, sehingga harus segera dihentikan.

RUU Narkotika pun masih memuat sejumlah pasal bermasalah, antara lain Pasal 111 tentang Penguasaan Narkotika Golongan I jenis tanaman, Pasal 112, Pasal 117 dan Pasal 122 tentang Penguasaan Narkotika, Pasal 114, Pasal 119, Pasal 124 tentang membeli Narkotika, dengan Pasal 127 tentang penyalahgunaan Narkotika. Setiap pengguna pasti akan mudah terjerat dengan pasal penguasaan dan pembelian narkotika. Hal ini menjadi dasar mengapa banyak pemenjaraan bagi pengguna.

Maka dari itu, pada momentum Hari Narkotika Internasional tahun 2024 ini, JRKN mendorong pemerintah untuk segera mereformasi kebijakan narkotika yang sejalan dengan konstitusi negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, kesehatan publik, dan pengurangan dampak buruk atau harm reduction. Lewat hal ini, intervensi bagi pengguna narkotika hanya boleh dilakukan melalui pendekatan berbasis kesehatan dan ilmu pengetahuan (science), serta tidak menggunakan pendekatan hukum yang bersifat punitif.

Pemerintah perlu segera sadar bahwa penjara bukanlah solusi bagi mereka yang dikategorikan sebagai pengguna. Di samping itu, rehabilitasi juga harus dimaknai sebagai salah satu upaya pemulihan yang sifatnya tidak tergesa-gesa, selektif, dan tepat guna.

Hormat kami,

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)

  1. PPH Unika Atma Jaya
  2. Rumah Cemara
  3. Dicerna
  4. IJRS
  5. LBH Masyarakat (LBHM)
  6. PKNI
  7. PBHI
  8. CDS
  9. LGN
  10. YSN
  11. LeIP
  12. WHRIN
  13. AKSI Keadilan
  14. PEKA
  15. LBH Makassar
  16. Yakeba
  17. PPKNP
  18. ICDR
  19. Womxn Voice
  20. Eja Surabaya
  21. IPPNI
  22. PKN Makassar
  23. Inti Muda Indonesia
  24. ICJR
  25. AKSI NTB
Share this Post:

Tentang Kami

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang berisi 17 organisasi yang bergerak dalam reformasi kebijakan narkotika di Indonesia. Sebelumnya dikenal dengan nama Koalisi 352009 karena aktif melakukan advokasi perbaikan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Terdiri dari: ICJR, Rumah Cemara, Dicerna, IJRS, LBH Masyarakat, PKNI, PBHI, CDS, LGN, YSN, LeIP, WHRIN, Aksi Keadilan, PEKA, LBH Makassar, PPH Unika Atma Jaya, Yakeba

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)