Pakar Hukum Usul Ganti Sebutan Pengguna Narkoba di UU Narkotika
JAKARTA – Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Raynov Tumorang Pamintori mengusulkan penggantian terminologi subjek, dari “pecandu”, “penyalahguna”, dan “korban penyalahgunaan” menjadi istilah “pengguna narkotika”, dalam revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika untuk diri sendiri,” kata Raynov dalam webinar “Paparan Publik RUU Narkotika versi Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)”, seperti dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa 22 Februari.
Saat ini, di UU Narkotika, klasifikasi subjek di regulasi tersebut kurang jelas, sehingga memberi stigma dan tidak konsisten antara satu sama lain.
JRKN merekomendasikan kepastian penamaan subjek, yang konsisten dan tidak memberikan stigma, dalam revisi UU Narkotika.
“Pembedaan subjek harus hanya dalam pembagian pengguna dan pengedar,” tambahnya.
Setiap penggunaan untuk kepentingan pribadi tidak dipidana dan dilakukan penanganan melalui pendekatan kesehatan.
Pada bagian itu, JRKN menyarankan definisi yang diharapkan dalam revisi UU Narkotika dapat mengurangi stigma, yaitu dengan berbunyi “orang yang menggunakan narkotika” dan “orang yang mengalami ketergantungan narkotika”.
Selanjutnya, berkaitan dengan tata cara penggolongan narkotika, JRKN juga merekomendasikan ada penyusunan peraturan pemerintah (PP) tentang tata cara penentuan penggolongan narkotika di Indonesia.
“Saat ini, penentuan golongan narkotika diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan (permenkes). Masyarakat hanya mendapat narkotika jenis tertentu, ditentukan masuk dalam golongan tertentu, tanpa publik mengetahui basis pengetahuan dan justifikasinya seperti apa,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam kesempatan yang sama menilai perlu diskusi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial terkait tindak lanjut bagi para pengguna narkotika.
“Kita harus berbicara dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. Tentunya kalau pengguna itu tidak dikriminalkan, tetap harus diberi tindakan,” ujar Edward.
Penulis: Voi.id
Lihat artikel asli di sini