Respons Peradilan Pidana dalam Masa Pandemi: Pengurangan Populasi di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan

Sejak 11 Maret 2020, Covid-19 ditetapkan oleh WHO sebagai pandemi yang melanda seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Dari sini diserukan berbagai penyesuaian kegiatan untuk mengurangi penyebaran infeksi covid-19. Cara yang paling ampuh adalah dengan melakukan physical distancing. Respon atau penyesuaian juga diberikan sistem peradilan pidana, khususnya pada aspek populasi tahanan dalam Rumah dan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pada tingkat global, diskursus mengenai penyesuaian sistem peradilan pidana untuk merespon pandemi Covid-19 salah satunya mengenai penyesuaian yang harus dilakukan di dalam fasilitas penahanan, pembinaan, maupun pemenjaraan atau dalam fasilitasi yang tertutup (closed facilities).

Pada 30 Maret 2020, Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Dalam Kepmen tersebut Menkumham mendorong agar Narapidana dan Anak dapat dikeluarkan dari Rutan/Lapas melalui program asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Berdasarkan skema ini, Menkumham memperkirakan sebanyak 30.000 penghuni Rutan/Lapas dapat dikeluarkan. ICJR mengapresiasi tindakan responsif yang dilakukan Kumham, namun, jika memang Rutan/Lapas dan juga Pemerintahan Presiden serius mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 dalam Rutan/Lapas maka harus ada tindakan lain yang lebih signifikan dilakukan, tidak hanya oleh Menteri Hukum dan HAM.

WHO telah menyerukan bahwa upaya-upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19 di populasi umum tidak akan berhasil selama upaya kontrol dan pencegahan testing, serta perawatan tidak dilakukan di dalam fasilitas penahanan dan pemenjaraan. Penelitian ini menguraikan mekanisme-mekanisme pengurangan penghuni Rutan/Lapas yang dikenal dalam sistem peradilan pidana Indonesia melalui alternatif penahanan, alternatif pidana non-pemenjaraan, serta emergency release. Dalam penelitian ini, akan digambarkan mekanisme yang tersedia serta rekomendasi bagaimana Pemerintah dapat mengefektifkan mekanisme-mekanisme tersebut agar dapat digunakan sebagai salah satu jalan mengurangi overcrowding sekaligus menekan tingkat penyebaran Covid-19 di dalam Rutan/Lapas di Indonesia. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat!

Selamat Membaca!

Unduh dokumen penelitian di sini

Anda dapat mengunduh dokumen yang lebih lengkap di sini:

Unduh Dokumen
Share this Post:

Tentang Kami

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang berisi 17 organisasi yang bergerak dalam reformasi kebijakan narkotika di Indonesia. Sebelumnya dikenal dengan nama Koalisi 352009 karena aktif melakukan advokasi perbaikan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Terdiri dari: ICJR, Rumah Cemara, Dicerna, IJRS, LBH Masyarakat, PKNI, PBHI, CDS, LGN, YSN, LeIP, WHRIN, Aksi Keadilan, PEKA, LBH Makassar, PPH Unika Atma Jaya, Yakeba

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)