Sidang Lanjutan Permohonan Uji Materil Pelarangan Narkotika Medis untuk Pelayanan Kesehatan: Para Ahli Pemohon Menjelaskan Rujukan Impementasi Pengaturan Pemanfaatan Narkotika Golongan I untuk Kepentingan Medis di Negara-Negara Asia

Pada persidangan hari ini 12 Oktober 2021, Pemohon mengajukan dua orang ahli untuk menjelaskan praktik pengaturan ganja medis untuk konteks Kawasan Asia khususnya Korea Selatan dan Thailand. Ahli dari Korea Selatan yakni Rev. Sung Seok Kang yang merupakan perwakilan Korean Cannabis Organization terlibat dalam proses perubahan kebijakan narkotika khususnya ganja medis di Korea Selatan. Sedangkan Ahli dari Thailand yaitu Pakakrong Kwankhao, PhD menjabat sebagai Wakil Direktur Institusi Ganja Medis di Kementerian Kesehatan Thailand.

Ahli Sung Seok Kang dari Korea Selatan menjelaskan mengenai perjalanan yang cukup panjang terkait perubahan kebijakan ganja medis di Korea Selatan yang akhirnya terjadi pada 2018. Ahli bersama-sama dengan tim kelompok ahli internasional menyusun rekomendasi perubahan kebijakan berbasiskan riset juga rekomendasi WHO kepada Parlemen Korea Selatan. Rekomendasi tersebut akhirnya dipertimbangkan dan disetujui melalui amandemen terhadap Undang-Undang Narkotika yang memperbolehkan penggunaan ganja untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Setelah adanya perubahan kebijakan ini, Pemerintah Korea Selatan kemudian menyusun peraturan mengenai mekanisme lembaga pemerintah tertentu yang dapat mengeluarkan ijin bagi praktisi medis untuk memberikan resep obat ganja medis kepada pasien termasuk menunjuk farmasi/toko obat tertentu yang dapat menebuskan resep tersebut, sehingga penggunaan ganja medis tetap dapat terkontrol oleh Pemerintah. Orang-orang yang membeli ganja medis dengan tidak sesuai prosedur dan resep dokter akan tetap dianggap melanggar UU Narkotika Korea Selatan. Ahli menekankan bahwa pengaturan ganja medis oleh Pemerintah perlu dilakukan untuk memperhatikan kepentingan pasien dan keluarganya.

Keterangan ahli selanjutnya kemudian disampaikan oleh Pakakrong Kwankhao, PhD yang menjelaskan mengenai penerapan kebijakan pemanfaatan ganja medis di Thailand untuk penelitian dan pelayanan kesehatan sejak 2019. Selain untuk penggunaan secara tradisional/herbal, obat-obatan ganja medis (ekstrak THC, CBD, maupun kombinasi keduanya) saat ini termasuk dalam produk obat-obatan esensial nasional sehingga seluruh pasien yang memenuhi syarat medis tertentu dapat mengakses obat tersebut dari rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Untuk meningkatkan keamanan penggunaan, Pemerintah Thailand khususnya bagian otoritas kesehatan (baik konvensional maupun tradisional) juga menyediakan pedoman/guidelines penggunaan ekstrak ganja medis. Meskipun tidak digunakan sebagai pilihan utama, namun dalam hal seluruh pengobatan standar tidak membuahkan hasil, maka dokter dapat merujuk penggunaan ganja medis untuk memperbaiki kondisi pasien tersebut. Dokter yang menggunakan ganja medis pada pasien di Thailand wajib memberikan laporan efektifitas dan efek samping/keamanan dari setiap pengobatan tersebut pada badan pengawas obat-obatan. Ahli dalam persidangan juga memperlihatkan bukti ilmiah gambaran peningkatan kualitas kesehatan yang signifikan dari pasien-pasien neuropatis dan kanker (tahap lanjut) yang mendapat pengobatan ganja medis.

Mengenai mekanisme kontrol terhadap penggunaan ganja di Thailand, seluruh kegiatan penelitian maupun penggunaan ganja untuk medis harus mendapatkan ijin dari Komite Nasional Narkotika. Ekosistem untuk menjamin keamanan publik seperti mencegah penyalahgunaan juga telah disediakan di Thailand, seperti adanya pelatihan terhadap tenaga medis dan mewajibkan adanya registrasi tenaga medis ketika akan meresepkan ganja medis, menjamin kualitas produk obat-obatan ganja medis, penggunaan sistem data elektronik untuk pemantauan penggunaan maupun deteksi penyalahgunaan yang seluruhnya berada pada tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Ahli kemudian juga menunjukkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dimana angka keracunan ganja untuk pengobatan, karena perolehannya dari pasar gelap yang tidak sesuai standar keamanan obat, mulai menurun setelah kebijakan ganja medis diatur secara resmi oleh Pemerintah Thailand pada Februari 2019.

Pihak Pemerintah kuasa Presiden mengajukan beberapa pertanyaan pada sesi tanya-jawab sedangkan Majelis Hakim tidak mengajukan pertanyaan kepada para ahli yang dihadirkan dalam sidang hari ini. Dalam menjawab pertanyaan dari pihak Pemerintah, para ahli kembali menekankan pentingnya membangun sistem monitoring oleh otoritas kesehatan Pemerintah, penggunaan ganja medis yang terbatas tidak untuk semua penyakit dan hanya dalam kondisi pengobatan standar yang gagal, juga kontrol pemberian ijin dari Pemerintah untuk semua kegiatan mulai dari produksi hingga penggunaan obat-obatan baik secara konvensional maupun tradisonal terkait ganja medis.

Sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 10 November 2021 pukul 11 siang dengan agenda pemeriksaan saksi dari pemohon.

Jakarta, 12 Oktober 2021
Hormat Kami,

Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan
Rumah Cemara, ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba, EJA, LGN

Share this Post:

Tentang Kami

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang berisi 17 organisasi yang bergerak dalam reformasi kebijakan narkotika di Indonesia. Sebelumnya dikenal dengan nama Koalisi 352009 karena aktif melakukan advokasi perbaikan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Terdiri dari: ICJR, Rumah Cemara, Dicerna, IJRS, LBH Masyarakat, PKNI, PBHI, CDS, LGN, YSN, LeIP, WHRIN, Aksi Keadilan, PEKA, LBH Makassar, PPH Unika Atma Jaya, Yakeba

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN)